Cara Mudah Mengevaluasi Apakah Prilaku Kita Sudah Sesuai Dengan Ajaran Siwa Atau Belum?
Jika kita adalah seorang bhakta, penekun dan pengamal ajaran Siwa maka tidak cukup hanya dengan memasang arca Siwa, melakukan pemujaan, melantunkan mantra-mantra yang super canggih, meditasi, ritual, tirta yatra, berguru kesana-kemari dan sejenisnya.Namun dibalik semua itu yang terpenting adalah prilaku kita. Ya, memasang arca Siwa, melakukan pemujaan, melantunkan mantra-mantra yang super canggih, meditasi, melakukan ritual, tirta yatra, berguru dan sejenisnya tidak akan berarti apa-apa tanpa diimbangi dengan prilaku yang mencerminkan ajaran Siwa.
Untuk itulah kita perlu mengecheck atau mengevaluasi apakah prilaku kita apakah sudah sesuai dengan ajaran Siwa atau belum. Tidak hanya sekali saja tetapi wajib dicheck setiap saat agar kita dapat mengetahui sudah berapa jauh perjalanan yang kita tempuh.
Pertanyaannya adalah bagaimana cara mengecheck prilaku kita apakah sudah sesuai dengan ajaran Siwa atau malah melenceng semakin jauh? Apakah dengan mempercantik arca, lebih sering melakukan pemujaan, semakin banyak menghafal mantra, semakin dalam bermeditasi, memperbesar ritual, semakin sering metritayatra, semakin banyak berguru dan sejenisnya dan sejenisnya? Jawabannya adalah TIDAK!
Ada cara sangat mudah yang saya lakukan untuk mengevaluasi prilaku saya, yaitu dengan cara memperhatikan, mempelajari dan memahami makna-makna yang tersimpan dibalik simbol-simbol ajaran Siwa yang diwujudkan berupa arca, gambar, lukisan dan sejenisnya dengan segala atributnya.
Bagaimana caranya? Ya, caranya sangat mudah. Yaitu seperti dibawah ini:
1. Trisula Siwa Untuk Mengevaluasi Hubungan Antara Sesama, Alam Semesta dan Tuhan. Ketika saya ingin mengevaluasi atau mengechceck hubungan saya dengan istri, anak-anak, keluarga besar, orang-orang di sekitar, binatang, tumbuh-tumbuhan, alam semesta dan Tuhan maka saya memperhatikan senjata trisula yang dipegang oleh wujud astral Siwa. Seandainya hubungan antara semua tersebut diatas berjalan harmonis maka berani saya pastikan bahwa saya sudah menjalankan ajaran Siwa yang tersimpan di dalam trisula, yaitu keselarasan. Karena Trisula Siwa mengajarkan tentang keselarasan hubungan keatas, kebawah dan kesamping.
Jika yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu ada pertengkaran, perselihan, saling menyalahkan satu sama lain dan sejenisnya maka dapat disimpulkan bahwa prilaku saya sudah melenceng dari ajaran Siwa terutama dari makna yang tersimpan dalam Trisula Siwa.
Jika saya membuang sampah sembarangan, menjelek-jelekan keyakinan orang lain, menghina agama orang lain dan sejenisnya maka saya bukanlah seorang bhakta Siwa karena tidak sesuai dengan ajaran Trisula Siwa.
Jika saya menyakiti binatang, mengurungnya dalam sangkar dan sejenisnya maka saya sudah mulai menanam bibit-bibit ketidakselarasan dengan mereka yang artinya bertentangan dengan makna Trisula Siwa.
Jika saya menipu diri saya, orang lain dan sebagainya maka hal tersebut sangat berbahaya. Sebab menipu adalah salah satu factor utama yang menyebabkan ketidakselarasan hubungan. Bahkan inilah awal mula dari terjadinya permusuhan yang harus dihindari oleh penekun dan pengamal ajaran Siwa sejati.
2. Ular Kobra Yang Melilit Di Leher Siwa Untuk Mengontrol Racun Yang Keluar Dari Mulut Kita.
Ular kobra adalah simbol dari racun yang sangat berbahaya. Pertanyaannya apakah manusia punya racun? Iya, punya. Bahkan kalau salah menggunakan racun tersebut maka dapat dipastikan manusia sangat mematikan. Apakah racun manusia yang mematikan tersebut? “Perkataan”. Ya, perkataan kita adalah racun yang mematikan.
Perkataan yang halus, tutur kata yang manis, pujian, rayuan gombal dan sejenisnya membuat linglung orang yang mendengarkan adalah racun yang membuat orang lupa segalanya.
Perkataan kasar, hinaan, ledekan dan sejenisnya membuat orang yang mendengarkan sakit hati bahkan bisa mati mendadak.
Oleh karena itu berhati-hatilah dengan perkataan atau racun kita jangan sampai sembarangan keluar dari mulut kita.
Itulah sebabnya mengapa ular kobra dililitkan di leher Siwa bukan di tempat lain. Hal tersebut bermakna agar kita selalu berhati-hati dengan perkataan yang ingin kita ucapkan. Jangan sampai perkataan atau racun kita yang menyakitkan, membuat orang lain linglung dan sejenisnya sembarangan keluar dari mulut kita.
Bagaimana cara saya mengevaluasi diri saya? Jika saya selalu berkata-kata yang membuat orang lain luluh, linglung, sakit hati, menderita dan sejenisnya maka maka dapat saya simpulkan bahwa saya sudah keluar dari ajaran Siwa. Dan sebaliknya.
Uda segitu aja dulu deh, uda capek neh nulis…
Silahkan tunggu kelanjutannya entah sampai kapan, ga janji ya, kek3…
Shi-Vo-Ham